lettersforvivian.org – Situasi industri tekstil dan garmen di Indonesia mengalami penurunan yang dramatis, yang tercermin dari penutupan beberapa pabrik, termasuk pabrik garmen signifikan di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Observasi yang dilakukan pada Kamis, 13 Juni 2024, mengungkapkan bahwa lokasi, yang biasanya dipenuhi oleh kegiatan produksi dan suara mesin jahit, kini terdiam tanpa aktivitas, dengan mesin-mesin yang tidak lagi beroperasi.
Dampak Sosial-Ekonomi dari Penutupan
Penutupan pabrik ini berdampak langsung terhadap sekitar 3.000 pekerja yang terpaksa kehilangan pekerjaan mereka. Pemilik pabrik menyatakan bahwa penyebab utama dari keputusan ini adalah penurunan tajam dalam permintaan dan tekanan finansial akibat kenaikan upah minimum yang terjadi secara berkala. Pabrik, yang sebelumnya berfokus pada produksi pakaian dalam untuk ekspor, mengalami kesulitan untuk bertahan hidup di tengah kondisi global yang tidak menentu, yang diperparah oleh faktor-faktor seperti isu geopolitik dan resesi global.
Pandangan dari Asosiasi Industri Tekstil
Desi Sulastri, anggota Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) di bidang Hukum, menyampaikan bahwa peningkatan upah yang tidak diimbangi dengan peningkatan volume order telah mendorong banyak pabrik tekstil dan turunannya menuju kegagalan. “Kenaikan upah yang signifikan seharusnya diiringi dengan pertumbuhan dalam order atau peningkatan produktivitas. Namun, sistem penetapan UMK melalui otonomi daerah selama dekade terakhir belum mampu mencapai hal tersebut,” ujar Desi.
Lebih lanjut, Desi menambahkan bahwa tantangan seperti pandemi Covid-19, resesi global, dan meningkatnya ketegangan geopolitik telah memperburuk kondisi industri padat karya, yang mayoritas berorientasi pada ekspor. Namun, masalah utama yang menyebabkan banyak pabrik tekstil mengalami kebangkrutan adalah peningkatan berkelanjutan dalam upah minimum.
Harapan terhadap Perubahan Kebijakan Pemerintah
Desi menyuarakan harapan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan perbedaan antara industri padat karya dan industri padat modal dalam pembuatan kebijakan upah. “Perubahan kecil dalam upah, bahkan sebesar Rp1.000, dapat memiliki dampak besar mengingat jumlah karyawan yang besar dalam industri ini,” jelasnya.
Penutupan pabrik ini dan siklus PHK yang terjadi menunjukkan tantangan signifikan yang dihadapi oleh sektor industri padat karya di Indonesia, menegaskan kebutuhan akan kebijakan pemerintah yang lebih responsif dan sesuai dengan kebutuhan sektor ini.