lettersforvivian.org – Tanggal pelaksanaan Idul Adha pada tahun 2024/1445H menunjukkan variasi antar negara, dengan perbedaan yang signifikan antara Indonesia dan Arab Saudi. Di Indonesia, lembaga-lembaga seperti Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, dan pemerintah telah secara konsensus menetapkan Senin, 17 Juni 2024 sebagai hari raya Idul Adha. Di sisi lain, Arab Saudi telah menetapkan hari raya tersebut pada Minggu, 16 Juni 2024.
Metodologi Penghitungan Awal Bulan
Metode Wujudul Hilal (Muhammadiyah):
Muhammadiyah menggunakan metode Wujudul Hilal, yang menentukan awal bulan berdasarkan tiga kriteria yang harus terpenuhi secara kumulatif saat matahari terbenam pada hari ke-29:
- Terjadinya konjungsi (ijtimak),
- Konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam,
- Piringan atas bulan masih berada di atas ufuk saat matahari terbenam.
Berdasarkan metode ini, Muhammadiyah menetapkan 17 Juni 2024 sebagai tanggal Idul Adha.
Metode Rukyatul Hilal (Arab Saudi):
Arab Saudi menggunakan metode Rukyatul Hilal, yang memerlukan pengamatan visual dari bulan sabit baru. Kriteria yang diperlukan adalah bahwa hilal harus terlihat di atas ufuk saat matahari terbenam setelah konjungsi terjadi. Berdasarkan pengamatan yang berhasil pada tanggal 6 Juni 2024, Arab Saudi menetapkan awal Zulhijah pada tanggal 7 Juni, dengan Idul Adha jatuh pada tanggal 16 Juni 2024.
Faktor Geografis dan Kriteria MABIMS
Pemerintah Indonesia dan Nahdlatul Ulama menggunakan kriteria MABIMS, yang merupakan kesepakatan antar Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Berdasarkan pengamatan, Thomas Djamaluddin dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa hilal sangat rendah pada tanggal 6 Juni di Mekkah, sehingga sulit terlihat. Namun, pengamatan pada tanggal 7 Juni menunjukkan bahwa hilal cukup tinggi, memprediksi 1 Zulhijah jatuh pada tanggal 8 Juni, dengan Idul Adha pada tanggal 17 Juni.
Implikasi Atmosfer dan Penyebab Perbedaan Waktu
Adib, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, mengemukakan bahwa lokasi geografis Arab Saudi yang lebih barat memungkinkan hilal terlihat lebih dahulu dibandingkan di Indonesia. Andi Pangerang dari BRIN juga menambahkan bahwa kondisi atmosfer di Arab Saudi lebih mendukung pengamatan hilal dibandingkan dengan kondisi di Indonesia.
Perbedaan metodologi ini tidak hanya menyoroti divergensi dalam praktik keagamaan tetapi juga pentingnya koordinasi internasional dalam penentuan tanggal penting keagamaan seperti Idul Adha.